ASIANUSA singkatan dari ASOSIASI INDUSTRI AUTOMOTIF NUSANTARA dimana anggotanya terdiri dari produsen 'Micro Car' dan Mesin Penggerak di seluruh Indonesia.



Geliat Mobil Nasional

Industri Otomotif, Dukungan Permodalan Dibutuhkan untuk Pengembangan Produk

Koran Jakarta - Sabtu, 16 Juli 2011 - Era 1990-an dapat dikatakan sebagai awal kemunculan mobil nasional. Hal itu ditandai dengan lahirnya kendaraan Teknologi Industri Mobil Rakyat (Timor). Memang, mobil tersebut belum sepenuhnya menggunakan material lokal, hanya 60 persen, dan teknologinya masih berkiblat pada Korea Selatan.

Memasuki era milenium, di tengah-tengah serbuan mobil-mobil buatan Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) ke Tanah Air, sekelompok anak bangsa mencoba menghidupkan kembali mobil nasional. Beberapa merek mobil, di antaranya Kancil, Arina, Gea, Komodo, Wakaba, Boneo, ITM, dan Tawon pun diproduksi meski masih dalam skala kecil.

Dalam keterbatasan dana, para produsen mencoba membuat kendaraan dengan kandungan lokal mencapai 90 persen. Salah satu mobil tersebut adalah Komodo yang masuk segmentasi kendaraan off road untuk menjelajah medan hutan. Mobil tersebut dibanderol harga 50 juta sampai 60 juta rupiah per unit.

Respons konsumen terhadap Komodo terbilang positif. Hal itu bisa dilihat dari adanya kenaikan permintaan. Sampai akhir 2011, pesanan terhadap mobil buatan PT Fin Tetra Indonesia itu sudah mencapai sekitar 100 unit. Padahal, pada tahun lalu Komodo hanya terjual 50 unit. "Pada Juli ini kami mulai memproduksi sekitar 100 unit mobil. Versi matik ternyata memang paling banyak diminati konsumen," ujar Ibnu Susilo, Presiden Direktur Fin Tetra Indonesia.

Komodo, selain diperuntukkan menjelajah hutan, sengaja didesain untuk dapat membawa beban seberat 250 kilogram. Hal itu dimungkinkan karena kendaraan memiliki tenaga hingga 16,7 daya kuda pada 5.700 rpm dan torsi 17,6 Newton meter pada 5.500 rpm. Saat ini, mobil asli Cimahi, Jawa Barat, yang berbahan bakar bensin itu sudah bertipe transmisi matik 250 cc 4-tak. Sebelumnya Komodo hanya dilengkapi mesin 180 cc 2-tak. Adapun top speed kendaraan tersebut mencapai 60 kilometer per jam.

Mobil nasional lainnya yang juga bakal diproduksi adalah Gea (Gerakan Energi Alternatif). Mobil mikro berkapasitas empat penumpang tersebut dibuat oleh PT Industri Kereta Api (Inka), Madiun, Jawa Timur. Gea dikenal sebagai mobil yang ramah lingkungan karena irit bahan bakar. Lihat saja, untuk satu liter bensin, kendaraan yang memadukan bensin serta gas sebagai bahan bakarnya itu mampu menempuh jarak 20 sampai 25 kilometer. Konsumen yang tertarik dengan city car tersebut dapat membelinya dengan harga 50 juta rupiah per unit.

Mobil penumpang lainnya adalah Tawon yang memiliki daya tampung lima orang. Tawon yang mampu melaju dengan kecepatan maksimal 90 kilometer per jam itu ditawarkan dengan harga sekitar 50 juta rupiah per unit. Asosiasi Industri Automotive Nusantara (Asia Nusa), organisasi produsen mobil nasional, menyatakan pesanan untuk Tawon dan Gea sudah mencapai sekitar 200 unit pada tahap awal. Apabila tidak ada aral melintang, kedua jenis kendaraan itu akan diluncurkan ke pasar pada pertengahan Juli 2011.

Untuk memenuhi permintaan konsumen, pada tahap awal, produksi mobil nasional tersebut mencapai sekitar 50 unit untuk setiap model. Mobil-mobil itu rencananya digunakan sebagai angkutan serbaguna di Surabaya, Jawa Timur, dan taksi rakyat di Depok, Jawa Barat. Demi menjaga kepuasan konsumen, menurut Ibnu, pihaknya memberikan layanan purnajual dengan menunjuk bengkel-bengkel representatif yang tersebar di daerah-daerah penjualan. "Jadi, konsumen tidak perlu khawatir kesulitan jika menghadapi masalah tentang mesin," kata Ibnu yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asia Nusa.

Butuh Dukungan

Meskipun terjadi kecenderungan peningkatan permintaan mobil nasional, para produsen menyatakan masih membutuhkan dukungan pemerintah untuk mengembangkan usaha. Dukungan tersebut utamanya dalam hal pembiayaan. Pasalnya, sampai saat ini, belum ada lembaga keuangan, termasuk perbankan, yang bersedia menjadi penjamin untuk cicilan kredit mobil nasional.

Menurut Ibnu, selama ini konsumen memesan dan membayar langsung mobil secara tunai. Dana dari konsumen itulah yang kemudian digunakan untuk ongkos produksi. Karena keterbatasan dana, produsen kesulitan memproduksi kendaraan dalam skala besar. Oleh sebab itu, para produsen berharap pemerintah turut mendorong perbankan ikut andil dalam mengembangkan mobil asli buatan anak bangsa.

Di luar persoalan dana, para produsen mobil nasional dituntut tetap dapat menghasilkan produk terbaik agar mampu mencuri hati konsumen. Berbagai upaya hendaknya ditempuh pihak produsen agar kepercayaan masyarakat terhadap kendaraan buatan dalam negeri semakin lama semakin meningkat. "Masalah kepercayaan adalah poin penting. Apabila masyarakat sudah yakin dan percaya terhadap mobil lokal, maka harga pun menjadi tidak masalah, dan produk akan mudah berkembang," papar pengamat otomotif, Suhari Sargo, di Jakarta, baru-baru ini.

Lebih lanjut, Suhari mengatakan asalkan produsen benar-benar dapat menjaga kepercayaan konsumen, peluang mobil nasional untuk berkembang cukup besar, apalagi harga produk terbilang murah. Hal lain yang harus diperhatikan produsen adalah membaca kebutuhan dan minat masyarakat Indonesia. Suhari menggambarkan masyarakat Indonesia umumnya lebih menyukai mobil yang memiliki kapasitas besar alias berpenumpang banyak. "Mobil penumpang produksi lokal masih berupa mini car, seharusnya dipikirkan pula tipe mobil dengan kapasitas lebih besar," saran dia. (had/E-2)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Dewa Yuniardi - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan