ASIANUSA singkatan dari ASOSIASI INDUSTRI AUTOMOTIF NUSANTARA dimana anggotanya terdiri dari produsen 'Micro Car' dan Mesin Penggerak di seluruh Indonesia.



Semangat Menciptakan Mobil Nasional

Jurnal Nasional | Sabtu, 16 Jul 2011
Darma Ismayanto

Ibnu Susilo
BAGI Ibnu Susilo urusan merancang desain-desain kendaraan bukan hal baru. Ia memahami benar bagaimana mendesain mobil hingga pesawat terbang dan pernar dilakoninya. Mendesain model pesawat terbang misalnya ia lakukan ketika bekerja di PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang kemudian berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI) dan untuk bidang yang sama ia pun pernah menjabat sebagai kepala insinyur desain mobil nasional Maleo di pertengahan tahun 1990-an.

Alumnus Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) ini akhirnya memutuskan untuk resign dari PT DI pada tahun 2004. Ibnu lalu berinisiatif mendirikan perusahaan sendiri bernama PT FIN Tetra Indonesia (FTI) yang bergerak di bidang engineering dan teknologi. Tak sia-sia beberapa proyek penting pernah digarap perusahaanya, di antaranya proyek desain dan analisis composite dan non composite material untuk bagian sayap dan ekor pesawat Airbus A380 dan A400M versi militer.

Kini pria kelahiran Lamongan 29 Mei 1961 ini dan bersama PT FIN yang dikelolanya tekun menggarap varian mobil hasil rancang karyanya sendiri yang diberi nama FIN Komodo. Untuk mengetahi lebih jauh terkait dengan hal itu, Darma Ismayanto dari Jurnal Nasional mewawancarai Ibnu Susilo. Berikut petikannya.

Bisa Anda ceritakan bagaimana awal PT FIN memproduksi Komodo?

Kami mulai riset pasar pada tahun 2005, mulai konseptual desain itu tahun 2006 lalu 2007 kita buat prototypenya. Di tahun 2008 kami mulai uji coba lalu pada tahun 2009 kami memperkenalkannya secara resmi kepada publik di acara Pameran Produksi Indonesia di PRJ.

Tahun 2010 Komodo tampil di Indonesia International Motor Show (IIMS). Di ajang IIMS kami mendapatkan penghargaan dari Marketeers sebagai "The Best 100% Indonesian Design and Enginering".

PT FIN itu sendiri kan sebenarnya kepanjangan dari Formula Indonesia, Formula itu artinya yang semua rumusan matematikanya kami nggak nyontek, mulai dari merancang dan segala macam dilakukan dengan formula-formula yang kami hitung sendiri.

Seberapa besar pengalaman Anda merancang pesawat terbang teraplikasi pada pembuatan Komodo?

Boleh dibilang besar ya. Yang pertama itu leid wieght yaitu penerapan teknologi struktur ringan tapi kokoh, terkait masalah kelenturan. Jadi, Fin Komodo ini bila digunakan di medan berbatu-batu itu tetap nyaman serasa naik sedan di jalan tol ... he ...he... Begitu pun bila kendaraan sedang jumping itu juga tidak terasa karena kami menerapkan teknologi kestabilan atau stability in control yang baik di Komodo. Begitu pula dengan kekuatan struktur rangka. Untuk mesin kami menggunakan mesin 4 langkah dengan kapasitas silinder 250cc dan maximum momen puntir 17,6 Nm/5500 Rpm.

Apa yang akan Anda lakukan untuk memasarkan FIN Komodo atau target pasarnya bagaiman?

Target pasar FIN Komodo seperti di daerah-daerah perkebunan.

Anda juga ketua Asian Nusa (komunitas pengusaha mobil nasional), apa visi di balik berdirinya Asia Nusa?

Negara-negara maju itu punya jati diri karena mereka punya teknologi. Kita ini tidak punya teknologi makanya mengapa saya berulang kali selalu mengatakan kita harus buat budaya teknologi.

Auto Culture - Fin Komodo
Kenapa dengan Budaya Teknologi?

Karena teknologi itu tidak bisa dibeli. Teknologi hanya bisa direbut. Caranya? kita harus menganut budaya teknologi terlebih dahulu maka akan melahirkan sebuah teknologi-teknologi berikutnya.

Yang terjadi di Indonesia kalau kita perhatikan, paling tinggi itu ada ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek). ATPM itu sebenarnya teknologinya atau budayanya ada di negaranya masing-masing, jadi otaknya atau hatinya bukan dari kita. Lalu di bawah ATPM ada karoseri, karoseri itu kalau tidak ada platformnnya maka dia tidak bisa membuat mobilnya. Selanjutnya ada modifikator, modifikator itu baru bisa dilakukan kalau ada mobilnya. Nah sekarang yang belum ada di kita itu adalah principal.

Principal inilah yang sebenarnya membuat budaya teknologi. Mengapa kita butuh membuat budaya teknologi? agar kita bisa menghasilkan devisa dan menghemat devisa juga. Kalau dengan ATPM tadi kita bisa menghemat devisa 30 persen karena yang 70 persen kan balik ke negara mereka, dengan menjadi principal kita bisa menghemat devisa sampai 70 persen. Itu yang pertama, yang kedua kita bisa menghasilkan devisa karena kita bisa membuka ATPM-ATPM di negara lain, kita juga melakukan lisensi. Nah di situ sebenarnya jati diri Indonesia itu mucul. Itulah yang menjadi visi kita.

Menurut Anda apa sesungguhnya kendala yang dihadapi produsen-produsen mobil nasional dalam mengembangkan produknya?

Yang pertama adalah persoalan mindset. Kalau dengan pola mindset seperti yang diterapkan selama ini seperti yang saya terangkan tadi, kita akan selalu tetap berada di belakang, mengekor terus. Kalau sekarang ini saya coba dibalik. Oleh karena itu saya berharap pada pemerintah untuk membuat kebijakan yang berpihak ke produk nasional.

Kedua permasalahan finansial, yang selama ini bank-bank di Indonesia itu produk yang sudah mapan yang sudah ada jaminannya itulah yang dibiaya oleh bank. Tetapi bank tidak bisa melihat sebuah produk dari embrionya, misalnya seperti mereka berkalkulasi:"kalau sebuah perusahaan kami biayai dari bayi maka di tahun sekian kami akan menerima hasil sekian" itu mereka belum bisa melihat karena kita memang tidak biasa membuat sebuah perusahaan berdasarkan reaserch and development.

Kembali ke FIN Komodo, apakah benar 100% sudah menggunakan material lokal?

Oh ya, semuanya itu kami buat sendiri bahkan kami juga sudah membina UKM-UKM untuk menjadi vendornya FIN Komodo. UKM itu ada yang terletak di Bandung, Cimahi, dan Jabodetabek.

Melalui Asia Nusa, apa misi ke depan yang masih ingin dicapai?

Ya seperti saya terangkan tadi, budaya teknologi terutama untuk otomotif harus dikedepankan sebab dampaknya akan luar biasa besarnya. Hal itu pula yang nanti akan mampu "menahan" laju rupiah untuk bisa berada di dalam negeri. Kalau di dalam sudah kuat baru kita penetrasi ke luar negeri.

1 komentar:

Klinik Narkoba mengatakan...

Kalau menurutku industri otomotif yang dibangun tidak harus menelurkan mobil nasional tapi harus menelurkan budaya manufaktur yang kuat dan independen.

Industri otomotif yang akan dibuat harus bisa berkompetisi dengan industri otomotif yang ada terutama dalam level supplier.

Setahuku pabrikan otomotif di Indonesia tidak bergantung pada supplier di Indonesia tapi mereka bergantung pada supplier2 yang mereka bawa ke Indonesia atau supplier2 dari negara2 lain.

Intinya hasil manufaktur kita tidak dipercaya kualitasnya. Tanpa adanya supplier yang berkualitas maka produk akhir yang dihasilkan pun tidak akan berkualitas.

Hasil kerja perorangan seperti yang dilakukan cak Ibnu mungkin bisa mendukung lahirnya supplier2 yang berkualitas dan kedepannya bisa menghasilkan produk yang bisa kita banggakan seperti komodo.

Celah teknologi dan pasar juga bisa dimanfaatkan dengan baik bila kita memiliki industri supplier yang kuat karena saat ini sebgaian besar penemuan dan inovasi di dunia permobilan berasal dari supplier dan bukan dari pabrikannya.

Salah satu inovasi yang sudah teruji seperti IQUTECH-e mungkin bisa dipasarkan idenya dengan cara diikutsertakan dalam salah satu proses product development kendaraan, misalnya product developmetn untuk kendaraan nasional yang sekrang sedang gencar diwacanakan.

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Dewa Yuniardi - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan