Tawon berbahan bakar CNG/LPG untuk TAKSI RAKYAT |
Oleh Arif Wicaksono - Senin, 19 Maret 2012 | 09:40 WIB
JAKARTA. Rencana pemerintah mengenakan cukai lebih tinggi terhadap produk otomotif yang tidak ramah lingkungan serta kandungan komponen lokal kurang dari 80% mendapat respon negatif dari industri otomotif lokal.
Menurut Dewa Yuniardi, Ketua Bidang Pemasaran dan Komunikasi Asosiasi
Industri Automotif Nusantara (Asia Nusa), kebijakan pengenaan cukai ini
justru bakal menguntungkan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). “Kalau
ATPM membuat mobil murah di bawah Rp 100 juta yang kena adalah kami.
Maka kami menolak kebijakan ini,” ujarnya Minggu (18/3).
Sebagai pengingat, Badan Kebijakan Fiskal(BKF), Kementerian
Perindustrian dan Direktorat Jenderal Pajak tengah meracik kriteria dan
klasifikasi mobil yang bakal kena cukai. Rencananya, pengenaan cukai
akan dibedakan menurut klasifikasi kendaraan seperti energi yang dipakai
dan kandungan lokal.
Maklum, strategi produsen otomotif lokal saat ini adalah memproduksi
mobil yang belum dibuat pabrikan otomotif besar, yakni mobil berharga
dibawah Rp 100 juta.
Misalnya saja, mobil Tawon punya banderol harga Rp 50 juta. Fin Komodo dilego Rp 70 juta. Lantas GEA cuma Rp 50 juta saja.
Menurut Dewa, saat ini mobil anggota Asia Nusa (Fin Komodo, GEA,
Kancil dan Tawon) punya kandungan komponen lokal 70% - 80%. Adapun mesin
dan transmisi masih impor dari China
.
Kedepan, Asia Nusa bertekad memperbesar porsi kandungan lokal hingga
100%. Salah satu langkahnya adalah memesan material baja dari PT
Krakatau Steel Tbk (KS).
Sulistyo Rabono Direktur Utama PT Solo Manufacture Kreasi(SMK)
mengatakan, seharusnya ada definisi yang jelas soal komponen lokal.
Apakah komponen lokal dengan bahan baku dari luar bisa masuk kategori
lokal atau justru semua bahan baku dan produk harus berasal dari dalam
negeri.
“Saat ini mobil Esemka full menggunakan material baja lokal dari KS.
Sedangkan untuk ATPM dari Jepang mereka sebenarnya menggunakan material
baja dari luar negeri. Di dalam negeri hanya dilakukan pencetakan dan
dilas saja,” ujarnya.
Sarannya adalah, seharusnya yang termasuk komponen lokal juga kudu
memakai bahan baku dari lokal. Misalnya untuk bahan baku baja sudah ada
pabrik Krakatau Steel.
Saat ini kandungan komponen lokal Esemka sudah lebih dari 50%. Mesin
dan transmisi bahkan mereka klaim produk lokal. Adapun komponen impor
yang dipakai berupa sistem komputer serta lampu.
Sulistyo memasang target kandungan lokal Esemka akhir tahun bisa
mencapai 80%. Tahun berikutnya lagi bertambah menjadi 90%. Salah satu
caranya adalah mulai memakai gir lokal asal pabrik komponen di
Cileungsi, Jawa Barat.
Penjualan Esemka yang mendapat pesanan 6.000 unit serta permintaan
menjadi ATPM dari pebisnis asal Iran dan salah satu negara Afrika sempat
terhambat setelah gagal uji emisi. Satu bulan kedepan, Esemka bakal
mengoreksi kekurangan Esemka dan siap uji emisi kembali.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN
0 komentar:
Posting Komentar