Di Jakarta, saat ini sedang berlangsung pameran
otomotif IIMS 2012. Salah satu produk yang sangat menarik perhatian
adalah Daihatsu Ayla dan Toyota Agya. Kedua mobil besutan Astra
International ,yang juga merupakan kolaborasi antara Daihatsu dan
Toyota seperti halnya Avanza dan Xenia, akan dijual awal tahun 2013
dengan harga berkisar 80-100-an juta. Dan sungguh luar biasa, animo
masyarakat Jakarta sangat tinggi dengan ditunjukkan pesanan yang sudah
diatas 1000 mobil.
Saya tidak akan membahas mobil ini dari sini spesifikasi, performa,
harga dll. Tapi saya akan membahas dari sisi bisnis strategi sesuai
dengan kapasitas dan interest saya.
Seperti yang kita tahu, pemerintah akan meluncurkan paket insentif ukt
green car (irit dll). Hal ini diantisipasi oleh para produsen mobil dgn
mengeluarkan mobil murah ini agar (menurut mereka) semakin banyak
rakyat Indonesia bisa mempunyai mobil.
Pertanyaanya: apakah benar itu tujuannya?
Michael Porter dalam bukunya Competitive Strategy (http://en.wikipedia.org/wiki/Porter_five_forces_analysis)
menulis ttg apa yg disebut barrier to entry dalam sebuah industry yang
dimaksudkan sebagai halangan bagi pemain baru untuk memasuki industry
tsb. Halangan ini dapat berupa biaya investasi, peraturan pemerintah,
paten, brand, skala ekonomi, dll. Semakin tinggi barrier tersebut
semakin menguntungkan bagi pemain lama yg sudah berada di dalam industri
itu.
Terus, hubungannya apa barrier to entry dengan Mobil Daihatsu-Toyota
ini ? Berdasarkan analisa saya, Astra mencoba menghalangi pemain baru
di bidang otomotif (Mobil Nasional) dengan mengeluarkan mobil harga
rendah ini.
Mobil nasional (misal Esemka) di dalam menarik pembeli menggunakan
senjata low cost / budget car. Dengan feature yang sama, Esemka
menawarkan barang yang murah. Mobnas mencontoh strategy yg diterapkan
mobil korea di tahun 80-90an atau pun Jepang di tahun 70-an: spesifikasi
sama dan harga lebih murah. Jepang di tahun 70an dianggap sebelah mata
oleh dunia otomotif, tapi lihatlah sekarang mereka telah merajai pasar
otomotif dunia.
Astra dan para ATPM lainnya tentunya tidak mau pasar dan profit mereka
tergerus dengan adanya mobnas yang murah ini. Untuk itu mereka mencoba
memproteksi pasar yang ada dari serbuan mobnas. Dengan melepas low cost
car, Astra mencoba menjenuhkan/ mengguyur sub-market di low cost car
dengan ayla-agya ini. Dengan supply yang cukup tentunya akan menjadikan
persaingan di sub-market ini menjadi lebih keras sehingga semakin sulit
ditembus oleh mobnas kita. Mobnas akan butuh lebih banyak modal lagi
untuk bersaing (biaya marketing, skala produksi untuk menekan harga,
dll).
Supply dan pilihan yang banyak akan menurunkan harga jual dan ujungnya
profit akan turun bahkan bisa merugi. Ujung-ujungnya mobnas akan mati
karena tidak bisa bersaing. Bagi Astra, rugi di mobil murah ini tidak
masalah, karena profit mereka dapat dari pasar utama mereka (Xenia,
Avanza, Kijang dll). Astra berharap mobnas kita layu sebelum
berkembang. Karena jika mobnas berkembang, ditakutkan nantinya akan
menggrogoti pasar utama mereka.
Strategi ini merupakan strategi untuk menaikkan barrier to entry
sehingga mobnas tidak bisa memasuki market yang lebih besar, sehingga
industri otomotif di indonesia tetap profitable dan hanya dikuasai oleh
para ATPM (Astra).
Untuk itu akhirnya saya ingin menyampaikan bahwa low cost car ini (Ayla -
Agya) sebenarnya bukan untuk memberikan mobil murah bagi rakyat
indonesia tapi lebih untuk melindungi pasar mobil yang mereka kuasai
dengan menghalangi mobnas untuk dapat berkembang dengan baik.
Terimakasih atas waktunya untuk membaca tulisan saya.
Salam Indonesia, Sena Lodra
0 komentar:
Posting Komentar